Search
Close this search box.

Indonesia Perjuangkan Keadilan Royalti Musik di Panggung Dunia

"Perjuangan Indonesia memperjuangkan keadilan royalti musik di panggung dunia bukan hanya soal angka, tetapi tentang nilai keadilan dan keberlanjutan industri kreatif. "

Indonesia kini berada di garis depan dalam memperjuangkan keadilan royalti musik di tingkat internasional. Melalui forum World Intellectual Property Organization (WIPO), pemerintah Indonesia mengusulkan pembentukan instrumen hukum global yang mengikat untuk mengatur tata kelola royalti musik di era digital. Langkah ini menjadi bagian dari upaya besar untuk memastikan para pencipta lagu dan musisi mendapatkan hak ekonomi yang layak dari karya mereka.

Usulan ini disampaikan dalam bentuk proposal berjudul “Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in the Digital Environment.” Inisiatif tersebut merupakan hasil kolaborasi lintas kementerian, melibatkan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk kepentingan industri musik Indonesia, tetapi juga untuk membangun ekosistem kreatif global yang lebih adil. “Kami mendukung inisiatif ini demi kemajuan ekosistem musik nasional. Jika pencipta tidak memperoleh manfaat ekonomi yang sepadan, maka mustahil diharapkan muncul karya berikutnya,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Perubahan besar dalam industri musik global, terutama dengan munculnya platform digital, membawa tantangan baru dalam distribusi royalti. Banyak pencipta lagu di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang belum menerima pembagian royalti secara proporsional. Sistem pembayaran yang tidak transparan serta dominasi perusahaan besar membuat posisi kreator sering kali lemah dalam negosiasi. Karena itu, Indonesia mendorong pembentukan sistem global yang lebih transparan dan adil, termasuk penerapan model pembayaran berbasis pengguna (user-centric payment), di mana royalti dihitung berdasarkan lagu yang benar-benar didengarkan, bukan sekadar total streaming platform.

Di dalam negeri, pemerintah juga terus memperkuat regulasi agar sistem royalti berjalan dengan baik. Melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), penggunaan musik di tempat publik kini diatur secara lebih ketat. Setiap tempat usaha seperti kafe, hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan wajib membayar royalti atas penggunaan musik secara komersial. Kebijakan ini menjadi langkah penting dalam membangun kesadaran bahwa karya musik memiliki nilai ekonomi yang nyata.

Langkah Indonesia di forum dunia ini tentu bukan tanpa tantangan. Proses diplomasi di WIPO masih berlangsung, dan pemerintah harus meyakinkan negara-negara anggota lain untuk mendukung pembentukan sistem global yang lebih adil. Negara-negara maju cenderung ingin mempertahankan sistem lama yang lebih menguntungkan bagi industri besar mereka, sementara negara berkembang seperti Indonesia mendorong agar mekanisme royalti bisa memberikan ruang bagi pencipta dari berbagai latar belakang.

Di lapangan, masih banyak hal yang perlu dibenahi. Beberapa lembaga manajemen kolektif di dunia, termasuk di Asia Tenggara, masih menghadapi keterbatasan kapasitas dan transparansi. Namun, dengan komitmen pemerintah dan dukungan komunitas musik, langkah menuju sistem yang lebih baik sudah dimulai.

Jika perjuangan ini berhasil, dampaknya akan sangat besar bagi para pencipta lagu dan musisi di Indonesia. Mereka akan memiliki posisi tawar yang lebih kuat di pasar global, serta mendapatkan bagian royalti yang lebih adil dan transparan. Selain itu, keberhasilan diplomasi ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang aktif dan berpengaruh dalam kebijakan hak cipta internasional.

Perjuangan Indonesia memperjuangkan keadilan royalti musik di panggung dunia bukan hanya soal angka, tetapi tentang nilai keadilan dan keberlanjutan industri kreatif. Musik bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari identitas budaya dan sumber ekonomi bagi para pelakunya. Dengan langkah ini, Indonesia menunjukkan bahwa negara ini siap berdiri sejajar dengan bangsa lain — bukan hanya sebagai konsumen budaya global, tetapi juga sebagai penggerak perubahan demi masa depan yang lebih adil bagi para kreator.