Setelah reog ponorogo dan kebaya yang diajukan 5 negara, kini UNESCO mengesahkan alat musik tradisional asal Minahasa, Sulawesi Utara, kolintang. Kolintang resmi jadi warisan budaya takbenda ke-16.
Kabar baik ini diumumkan dalam sidang ke-19 Komite Warisan Budaya Takbenda yang berlangsung di Uruguay pada 5 Desember 2024. Menteri Kebudayaan Fadli Zon secara virtual menyampaikan apresiasinya atas penetapan kolintang sebagai warisan budaya takbenda yang ke-16.
“Kolintang bukan sekadar alat musik, melainkan simbol harmoni, persatuan, dan kreativitas masyarakat Indonesia. Pengakuan ini adalah bukti komitmen kita bersama dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa,” ujar Menteri Fadli Zon.
Menurut Fadli Zon, kolintang punya kemiripan dengan Balafon, alat musik tradisional asal Mali, Burkina Faso, dan Côte d’Ivoire di Afrika Barat. “Kolaborasi Indonesia dengan ketiga negara tersebut menjadi bukti bahwa musik tradisional mampu menjembatani perbedaan geografis dan budaya,” ungkapnya.
Kolintang dianggap mampu memenuhi 5 unsur penting dalam Warisan Budaya Takbenda yakni tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial dan ritual, pengetahuan ekologis, dan kerajinan tradisional. Kolintang biasanya dimainkan secara ansambel. Kolintang dalam masyarakat Minahasa digunakan untuk mengiringi upacara adat, tari, menyanyi, dan bermusik. Kayu yang dipakai untuk membuat kolintang adalah kayu lokal yang ringan namun kuat seperti kayu telur (Alstonia spp.), kayu wenuang (Octomeles sumatrana Miq.), kayu cempaka (Elmerrillia tsiampacca, syn. Magnolia tsiampacca), kayu waru (Hibiscus tiliaceus), dan sejenisnya yang mempunyai konstruksi serat paralel.