Search
Close this search box.

BI Akan Memperluas Metode Pembayaran QRIS ke beberapa Negara Seperti Jepang, China Hingga Arab Saudi

"Amerika Serikat mengkritik dan juga memprotes metode pembayaran QRIS."

Bank Indonesia memastikan terus melanjutkan perluasan kemitraan sistem pembayaran digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) hingga ke China dan Jepang, di tengah adanya sorotan dari pemerintah Amerika Serikat (AS). 

Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta mengatakan saat ini sejumlah negara yang dalam antrean untuk kemitraan kerja sama pembayaran berbasis QRIS adalah Jepang, China, India, Korea Selatan dan Arab Saudi. 

Saat ini, QRIS sudah bisa digunakan di beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. “Dalam waktu dekat, yang sudah antre, kita akan segera dengan Jepang dan India, Korea Selatan dan juga nanti mungkin China dan Arab Saudi,” ujar Filianingsih dalam konferensi pers, Rabu (23/4/2025). 

BI melaporkan volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS tetap tumbuh tinggi sebesar 169,15% secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada kuartal I-2025, didukung peningkatan jumlah pengguna dan merchant. 

Selain itu, pada kuartal I-2025, pengguna QRIS sudah mencapai 56,3 juta. Lalu, volume transaksinya sudah mencapai 2,6 miliar transaksi dengan nominal Rp262,1 triliun. “Merchant yang kebanyakan usaha mikro kecil dan menengah itu sudah mencapai 38,1 juta.”

Sistem pembayaran di Indonesia, mulai dari Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) hingga Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), disorot oleh pemerintahan Amerika Serikat (AS). 

Hal itu termaktub dalam dokumen resmi 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers of the President of the United States on the Trade Agreement Program oleh United States Trade Representative (USTR). 

USTR menggarisbawahi Indonesia mengembangkan QRIS untuk semua pembayaran yang menggunakan kode QR di Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 21 Tahun 2019. 

Perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, mencatat kekhawatiran bahwa selama proses pembuatan kebijakan kode QR oleh BI, pemangku kepentingan internasional tidak diberikan informasi tentang sifat perubahan potensial atau diberikan kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka tentang sistem tersebut.

“Ini termasuk bagaimana sistem itu dapat dirancang untuk berinteraksi paling lancar dengan sistem pembayaran yang ada,” sebagaimana dikutip melalui dokumen tersebut, dikutip Senin (17/4/2025).