Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) menemukan lebih dari 200 ribu pieces obat berbahan alam tidak mengantongi izin edar dan mengandung bahan kimia obat (BKO) berbahaya di pasaran.
Peredaran dengan nilai ekonomi berkisar 9,3 miliar tersebut meningkat 400 persen dibandingkan temuan sebelumnya di tahun lalu dengan rata-rata 2,2 miliar dalam dua perkara peredaran obat tradisional ilegal. Artinya, makin banyak ‘obat herbal’ berbahaya yang beredar luas di masyarakat.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menyebut tren tersebut mengkhawatirkan, mengingat temuan BKO dalam obat berbahan herbal relatif tinggi, salah satunya mengandung sildenafil. Sildenafil selama ini menjadi BKO yang digunakan untuk mengatasi disfungsi ereksi. Bila dikonsumsi tanpa anjuran dokter, berisiko memicu henti jantung.
Obat berbahan alam yang banyak dikemas dalam bentuk jamu ini tersebar di Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Depok, hingga Subang. “Obat berbahan alam yang mengandung sildenafil, dijual dengan tujuan merangsang gairah laki-laki, kekuatan stamina, tetapi perlu diingat kalau kelebihan dosis, ini bisa fatal. Menyebabkan henti jantung,” beber Taruna dalam konferensi pers, Senin (7/10/2024).
Bukan hanya sildenafil, temuan BKO lain adalah fenilbutazon, metampiron, piroksikam, parasetamol, dan deksametason. Beberapa produk bahkan diberikan ‘warning’ atau perhatian serius apabila masyarakat masih menemukannya di pasaran termasuk e-commerce.
“Konsumsi obat bahan alam tanpa izin edar dan/atau mengandung BKO sangat berisiko bagi kesehatan, bisa mengakibatkan kerusakan organ tubuh, seperti gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya bahkan kematian,” pungkasnya.
Produk yang dimaksud meliputi:
- Cobra X
- Spider
- Africa Black Ant
- Cobra India
- Tawon Liar
- Wan Tong
- Kapsul Asam Urat TCU
- Antanan
- Tongkat arab
Xian Ling