Selama ini, cap paspor jadi semacam “medali perjalanan” buat banyak orang. Tiap kali pulang dari luar negeri, ada rasa bangga ngeliat tinta imigrasi nempel di halaman paspor. Ada cerita di balik tiap cap: pertama kali ke Singapura, liburan seru ke Jepang, atau bahkan kerja rodi di bandara negara lain. Tapi sekarang, era itu pelan-pelan bakal tinggal kenangan. Dunia udah mulai bilang “bye bye” ke cap paspor, dan “halo” ke dunia digital.
Beberapa tahun terakhir, banyak negara mulai ninggalin sistem cap manual. Sebagai gantinya, bandara sudah memakai e-gates atau sistem imigrasi digital. Prosesnya sederhana: paspor ditempel ke mesin, wajah discan dengan teknologi biometrik, dan data perjalanan otomatis tercatat. Nggak ada lagi antre panjang cuma untuk mendapatkan stempel. Bahkan ada negara yang sudah mencoba paspor digital sepenuhnya. Finlandia misalnya, mulai menguji coba Digital Travel Credentials (DTC) yang memungkinkan warganya bepergian hanya dengan smartphone. Singapura juga telah mengumumkan akan menghapus cap fisik dan menggantinya dengan pencatatan digital mulai 2024. Tren ini diperkirakan akan meluas ke negara-negara lain, termasuk di Asia Tenggara.
Perubahan ini tentu punya sisi positif dan negatif. Dari sisi kepraktisan, proses imigrasi jadi lebih cepat, data lebih aman, dan kemungkinan pemalsuan semakin kecil. Traveler juga akan lebih mudah karena semua tersimpan di sistem tanpa perlu repot membuka paspor fisik. Namun, ada sisi emosional yang hilang. Traveler yang terbiasa mengoleksi cap paspor akan merasa kehilangan bukti nyata perjalanan mereka. Halaman paspor yang biasanya penuh tinta dengan berbagai cerita, kini akan terasa kosong.
Kenangan dan kepraktisan jadi dua sisi yang sulit dipisahkan. Buat generasi lama, cap paspor itu priceless, semacam album kenangan yang selalu bisa dibuka kembali. Tapi buat generasi digital, efisiensi jauh lebih penting. Lagi pula, momen perjalanan sekarang bisa didokumentasikan lewat foto, vlog, atau aplikasi tracking digital yang lebih rapi daripada paspor fisik. Digitalisasi membuat gaya hidup traveling semakin seamless. Tiket pesawat sudah paperless, boarding pass tersimpan di HP, bahkan pembayaran hotel pun bisa dilakukan lewat e-wallet. Jadi wajar jika paspor ikut berevolusi.
Ke depan, bukan tidak mungkin paspor akan sepenuhnya digital. Cukup buka aplikasi, scan wajah, dan traveler bisa langsung jalan. Tidak ada lagi drama lupa bawa paspor atau panik karena halaman paspor penuh cap. Semua lebih simpel dan aman dalam satu genggaman. Meski begitu, rasa kehilangan terhadap cap paspor mungkin tetap ada. Bisa jadi, solusi di masa depan adalah aplikasi paspor digital yang tetap bisa memberikan cap virtual dari tiap negara yang dikunjungi, sehingga traveler tetap merasa perjalanan mereka terdokumentasi dengan cara yang personal.
Pada akhirnya, dunia perjalanan sedang berada di fase transisi. Dari sesuatu yang penuh nostalgia menuju sistem yang serba praktis dan canggih. Pertanyaannya, apakah kamu masih tim yang kangen halaman paspor penuh cap tinta, atau sudah siap move on ke era baru digital? Satu hal yang pasti, kita harus siap menyambut masa depan perjalanan global dengan berkata: bye bye cap paspor, halo dunia digital!