Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 pada Selasa (4/6/24).
“Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU KIA pada Fase 1.000 hari pertama kehidupan dapat disetujui menjadi UU?,” ucap Ketua DPR RI Puan Maharani pada Rapat Paripurna.
Kemudian, para anggota DPR menjawab setuju RUU tersebut dijadikan UU. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menyebut, saat pembahasan tingkat 1 RUU KIA pada 25 Maret 2024, 9 fraksi menyetujui RUU ini untuk dibawa ke Rapat Paripurna dan 1 fraksi yakni PKS memberikan catatan untuk melengkapi klausul.

Menurut Diah, UU ini mengatur hak cuti bagi ibu pekerja yang melahirkan paling singkat 4 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya apabila terdapat kondisi-kondisi khusus yang dibuktikan dengan keterangan medis. Adapun aturan tersebut termuat pada Pasal 4 ayat (3) UU KIA.
Ibu yang berstatus pekerja yang alami keguguran juga memperoleh hak istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan medis.
“Hadirnya undang-undang ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam peningkatan kesejahteraan ibu dan anak sehingga sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan dapat kita wujudkan.” sebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) i Gusti Ayu Bintang Darmawati di DPR.
Bintang bilang, ibu yang menggunakan hak cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dan berhak mendapatkan upah penuh selama 3 bulan pertama dan ke-4, serta 75% dari upah untuk bulan ke-5 dan ke-5. Selain itu, UU ini turut mengatur hak cuti suami mendampingi istri melahirkan sekurang-kurangnya selama 2 hari atau ditambah 3 hari selanjutnya sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja dan mendampingi istri keguguran selama 2 hari.