Kalau kamu ngerasa tiap minggu ada aja konser atau festival musik baru, itu bukan halu — itu real. Industri musik Indonesia lagi ngegas pol! Dari festival besar kayak We The Fest, Joyland, Synchronize Fest, sampai gig kecil di rooftop bar, semuanya rame dan penuh energi. Bukan cuma karena musiknya, tapi karena vibe-nya yang ngebawa komunitas anak muda dari berbagai scene jadi satu.
Menurut riset dari Ken Research, pasar music streaming di Indonesia udah nyentuh US$280 juta dan terus naik tiap tahun. Pendengar paling aktifnya? Ya jelas, generasi muda — Gen Z dan Gen Alpha — yang hidupnya udah kayak soundtrack berjalan. Tiap momen punya lagu sendiri, tiap story Instagram punya soundtrack-nya sendiri.
Musik sekarang bukan sekadar hiburan, tapi ekspresi diri. Lo bisa tau banyak tentang seseorang cuma dari playlist Spotify-nya. Dan karena platform kayak TikTok dan YouTube, musik lokal jadi makin gampang viral. Banyak banget musisi baru yang muncul bukan dari label besar, tapi dari video satu menit yang “nyantol” di algoritma. Lagu indie bedroom pop bisa tiba-tiba jadi anthem nasional cuma karena satu trend dance atau quote sedih di FYP.
Buat musisi, ini peluang besar. Sekarang mereka gak harus nunggu dilirik label buat dikenal. Banyak artis independen yang ngatur semuanya sendiri — dari produksi, promosi, sampai jualan merchandise. Nama-nama kayak Oslo Ibrahim, Hindia, sampai Pamungkas udah buktiin kalau loyal fans lebih penting dari sekadar mainstream exposure.
Sementara itu, dunia live event juga makin meriah. Setelah pandemi bikin semua orang “haus panggung”, konser dan festival jadi pelarian yang ditunggu-tunggu. Tapi bedanya, event sekarang gak cuma soal musik. Sekarang udah jadi multi-sensory playground: ada fashion pop-up, art installation, food bazaar, photobooth aesthetic, sampai area chill dengan dekor yang Instagramable abis.
Brand-brand lokal pun mulai sadar: kolaborasi dengan musisi = engagement yang real. Sekarang bukan cuma sponsor logo di backdrop, tapi brand activation yang bikin penonton bisa ngerasain langsung. Contohnya, booth kopi lokal yang nyediain minuman gratis sambil live acoustic performance, atau brand fashion yang ngerilis koleksi eksklusif cuma di event tertentu. Jadi bukan sekadar nonton konser — tapi masuk ke dunia penuh pengalaman.
Dari sisi global, tren kayak virtual concert dan hybrid showcase juga mulai dilirik musisi Indonesia. Lyodra dan Shanty misalnya, udah coba format konser digital interaktif bareng brand-brand besar. Ini bukti kalau industri kita nggak mau ketinggalan. Sekarang musik gak punya batas: bisa dinikmati di panggung, layar, bahkan metaverse.
Kalau lo suka musik, don’t just listen — live it!
Datang ke konser, dukung artis lokal, share lagu-lagu mereka, dan jangan malu tampil jadi bagian dari scene.
Karena musik lokal gak bakal besar kalau cuma didengerin, tapi kalau dirayain bareng-bareng.











