Mel Gibson kembali jadi bahan perbincangan setelah mengumumkan kabar mengejutkan soal proyek film terbarunya, The Resurrection of the Christ, yang merupakan sekuel dari film legendaris The Passion of the Christ (2004). Setelah dua dekade berlalu, Gibson memutuskan untuk tidak lagi menggandeng Jim Caviezel sebagai pemeran Yesus, dan menggantinya dengan aktor baru yang lebih muda.
Keputusan ini bukan tanpa alasan. Caviezel, yang kini berusia 57 tahun, dinilai sudah terlalu jauh dari usia karakter Yesus yang digambarkan dalam film — sekitar 33 tahun. Gibson sempat mempertimbangkan penggunaan teknologi de-aging seperti yang dipakai Marvel atau Lucasfilm, tapi biayanya dinilai terlalu tinggi dan berisiko menurunkan kesan natural film tersebut. Akhirnya, opsi yang paling realistis adalah mencari aktor baru yang bisa membawa semangat dan energi segar ke dalam karakter tersebut.
Nama Jaakko Ohtonen, aktor asal Finlandia, pun muncul sebagai sosok yang dipercaya memerankan Yesus versi baru. Ohtonen dinilai punya aura spiritual dan ekspresi emosional yang kuat — dua hal penting yang bikin peran ini nggak bisa diisi sembarangan. Gibson juga kabarnya terkesan dengan kemampuan akting Ohtonen dalam film-film drama Eropa, yang membuatnya cocok untuk membawakan tema berat seperti kebangkitan Yesus.
Menariknya, The Resurrection of the Christ disebut akan punya nuansa yang jauh lebih “fantastis” dibanding film pertamanya. Gibson berencana mengeksplorasi kisah spiritual yang lebih dalam, termasuk perjalanan Yesus setelah penyaliban, hingga dimensi metafisik seperti Sheol (dunia orang mati) dan pertempuran antara malaikat dan iblis. Dengan tone cerita seperti ini, Gibson butuh pendekatan baru — baik dari segi visual, akting, maupun energi pemerannya.
Namun, keputusan mengganti Caviezel tentu nggak lepas dari pro dan kontra. Banyak penggemar film orisinal merasa Caviezel sudah terlalu identik dengan sosok Yesus. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa menggantinya bisa bikin “magis” film pertamanya hilang. Tapi di sisi lain, sebagian penonton mendukung langkah Gibson karena melihatnya sebagai bentuk evolusi cerita, bukan sekadar pengulangan.
Sekuel ini disebut-sebut bakal jadi proyek paling ambisius Gibson dalam 10 tahun terakhir. Film tersebut direncanakan tayang dalam dua bagian — bagian pertama rilis bertepatan dengan peringatan Jumat Agung, dan bagian kedua saat Kenaikan Isa. Jika sesuai jadwal, The Resurrection of the Christ bakal jadi salah satu film religius paling besar yang pernah dibuat di era modern.
Dengan pergantian pemeran dan arah cerita yang lebih luas, sepertinya Gibson ingin menghadirkan sesuatu yang bukan cuma sekadar “lanjutan”, tapi juga reinterpretasi spiritual tentang kisah paling terkenal di dunia. Apapun hasilnya nanti, satu hal jelas — proyek ini bakal jadi bahan pembicaraan besar, baik di kalangan penggemar film religi maupun penonton umum.