Search
Close this search box.

Musisi Dunia Ramai-Ramai Tarik Lagu dari Israel, Bentuk Protes Lewat Musik

"Keputusan para musisi ini menandai babak baru dalam keterlibatan dunia seni terhadap isu global. "

Dunia musik internasional tengah diguncang oleh gelombang aksi protes dari para musisi yang menarik karya mereka dari platform streaming di Israel. Langkah ini muncul sebagai bagian dari gerakan global bertajuk “No Music For Genocide”, yang menyerukan solidaritas terhadap warga sipil di Gaza serta menolak normalisasi budaya terhadap kebijakan pemerintah Israel.

Gerakan ini pertama kali mencuri perhatian setelah estate mendiang Ryuichi Sakamoto mengumumkan penghapusan seluruh karya sang komposer legendaris dari layanan streaming di Israel. Dalam pernyataannya, pihak keluarga menyebut bahwa tindakan itu merupakan bagian dari prinsip kemanusiaan yang dipegang Sakamoto semasa hidupnya. Tak lama kemudian, nama besar lain seperti Lorde turut mengikuti langkah serupa dengan menarik lagu-lagunya dari Apple Music wilayah Israel.

Menurut laporan Billboard dan NME, lebih dari 400 musisi dan label independen telah mengambil langkah serupa hingga Oktober 2025. Di antara mereka terdapat nama-nama besar seperti Faye Webster, Kneecap, dan beberapa label alternatif dari Eropa dan Amerika Latin. Gerakan ini disebut sebagai bentuk tekanan moral dan budaya terhadap tindakan militer Israel di Gaza, yang dinilai telah melanggar hak asasi manusia.

Aksi boikot musik ini bukan sekadar simbol, melainkan juga bentuk solidaritas yang memiliki dampak ekonomi dan politik. Dengan menarik distribusi lagu dari pasar Israel, para artis berharap dapat mengirim pesan bahwa seni tidak dapat dipisahkan dari nilai kemanusiaan. Beberapa di antara mereka juga menekankan bahwa keputusan ini bukan bentuk kebencian terhadap masyarakat Israel, melainkan protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil terhadap warga Palestina.

Namun, langkah tersebut memunculkan perdebatan di industri hiburan global. Sebagian kalangan menilai boikot musik dapat menciptakan isolasi budaya dan justru memperlebar jarak antarbangsa. Di sisi lain, banyak pihak melihatnya sebagai cara damai untuk menyampaikan perlawanan terhadap kekerasan dan ketidakadilan tanpa harus menggunakan kekuatan fisik.

Dampak sosial dari gerakan ini pun terasa di dunia maya. Tagar seperti #NoMusicForGenocide dan #ArtistsForPeace ramai dibagikan di media sosial, diikuti ribuan musisi dan penggemar yang menyerukan penghentian kekerasan di Gaza. Dalam konteks ini, musik tidak lagi sekadar hiburan, tetapi berubah menjadi alat ekspresi moral dan kemanusiaan yang menyatukan berbagai suara dari seluruh dunia.

Meskipun belum jelas sejauh mana efek nyata dari gerakan ini terhadap kebijakan pemerintah Israel, satu hal yang pasti: keputusan para musisi ini menandai babak baru dalam keterlibatan dunia seni terhadap isu global. Musik, yang selama ini dianggap ruang netral dan universal, kini kembali berperan sebagai bahasa protes — sebuah pengingat bahwa nada dan melodi juga bisa menjadi bentuk perjuangan.