Industri film horor Indonesia lagi-lagi bikin gebrakan lewat Petaka Gunung Gede, sebuah film horor-petualangan yang dirilis 6 Februari 2025. Film garapan sutradara Azhar Kinoi Lubis ini langsung bikin penasaran banyak orang karena diangkat dari kisah nyata yang pernah viral tentang pendakian mistis di Gunung Gede, Jawa Barat. Latar syutingnya pun dilakukan di kawasan Cianjur, menambah kesan autentik dan dekat dengan cerita yang diangkat.
Cerita film ini mengikuti perjalanan dua sahabat, Maya dan Ita, yang memutuskan untuk mendaki Gunung Gede bersama rombongan teman-temannya. Awalnya pendakian terasa biasa saja, sampai akhirnya mereka melewati pos Cibodas. Sejak itu, keanehan mulai muncul. Ita tiba-tiba jatuh pingsan dan kemudian mengalami kerasukan. Dalam tradisi lokal, ada pantangan mendaki gunung saat menstruasi, dan ketika aturan itu dilanggar, petaka pun terjadi. Dari sinilah teror supranatural muncul, dan perjalanan yang awalnya direncanakan sebagai liburan seru berubah jadi mimpi buruk penuh ketegangan.
Yang bikin Petaka Gunung Gede beda dari horor lain adalah atmosfernya. Alih-alih mengandalkan rumah angker atau kota yang sunyi, film ini menghadirkan alam gunung dengan hutan lebat, kabut tebal, dan jalur pendakian yang mencekam. Horornya bukan hanya datang dari sosok gaib, tapi juga dari suasana alam yang sudah punya aura misterius. Kombinasi antara kisah persahabatan, rasa takut akan hal-hal tak terlihat, dan kepercayaan lokal membuat film ini terasa khas Indonesia.
Unsur budaya Nusantara jadi daya tarik yang menambah keaslian cerita. Kepercayaan tentang tabu naik gunung saat datang bulan, kisah penunggu hutan, serta mitos gaib yang hidup di masyarakat sekitar disajikan bukan sekadar bumbu, tapi sebagai inti konflik cerita. Dengan begitu, rasa takut yang muncul jadi lebih dekat dan membumi, karena banyak penonton yang merasa kisah ini bukan hal asing, melainkan sesuatu yang bisa benar-benar terjadi di sekitar mereka.
Film berdurasi 98 menit ini sudah bisa ditonton di Netflix sejak Juni 2025, setelah tayang di bioskop. Kehadirannya di platform streaming memperluas jangkauan penonton, termasuk generasi muda yang suka mengulang pengalaman horor lewat layar kecil. Respons penonton pun beragam, banyak yang mengaku merinding dengan penggambaran suasana mistis gunung, sementara sebagian lain terkesan dengan keberanian film ini menggabungkan horor dengan nuansa petualangan alam.
Petaka Gunung Gede bukan hanya film horor biasa, tapi juga cerminan bagaimana industri film lokal berani mengeksplorasi kisah horor dari budaya dan alam Nusantara. Ini menunjukkan bahwa horor Indonesia nggak melulu soal jump scare, tapi bisa menghadirkan sesuatu yang lebih mendalam, berakar pada mitos, tradisi, dan pengalaman nyata masyarakat. Dengan kemasan sinematik modern, film ini jadi bukti bahwa horor lokal masih terus berevolusi dan punya tempat istimewa di hati penonton muda.
Kalau biasanya horor bikin kita takut sama rumah tua atau lorong gelap, kali ini film ini ngajak penonton untuk merasakan sendiri teror yang datang dari alam terbuka. Gunung, hutan, dan kabut bukan lagi sekadar latar, tapi jadi bagian dari rasa takut yang dibangun sepanjang cerita. Dan di balik semua itu, Petaka Gunung Gede berhasil menegaskan satu hal: horor lokal masih punya banyak cara untuk bikin kita merinding, apalagi kalau dibalut dengan kekayaan budaya dan alam Nusantara.